Oleh: Tim Redaksi Jurnal DPC PBB Kabupaten Pasuruan
Di tengah pusaran politik nasional yang kerap berganti arah dan wajah, satu nama tetap kokoh sebagai simbol intelektualisme, keberanian hukum, dan keistiqamahan ideologi Islam dalam demokrasi: Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc.—seorang akademisi, negarawan, dan pendiri Partai Bulan Bintang (PBB) yang telah mewarnai perjalanan hukum dan politik Indonesia sejak era Reformasi hingga kini.
Dari Belitung Timur ke Kancah Nasional
Lahir di Manggar, Belitung Timur, pada 5 Februari 1956, Yusril kecil tumbuh dalam lingkungan keluarga yang mengakar kuat pada nilai-nilai agama, tradisi Melayu, dan intelektualisme Islam. Ayahnya, Idris Zainal, adalah seorang ulama sekaligus seniman yang juga dikenal sebagai tokoh teater Islam di masa mudanya.
Kebiasaan membaca, menulis, dan berdiskusi tentang pemikiran Islam klasik sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari Yusril sejak usia remaja. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar di kampung halamannya, ia hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan studi hukum dan filsafat di Universitas Indonesia (UI).
Tak puas hanya dengan gelar sarjana, Yusril melanjutkan studi ke Pakistan dan kemudian meraih gelar doktor di bidang Ilmu Politik dari Universiti Sains Malaysia (USM). Ia menjadi akademisi tulen dengan reputasi internasional, bahkan pernah menjadi visiting lecturer di berbagai kampus luar negeri.
Karier Akademik dan Kecintaan pada Ilmu
Yusril dikenal sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara UI, yang menggabungkan keahlian akademik dengan kecakapan praktis di bidang hukum dan konstitusi. Ia aktif menulis buku, jurnal, dan artikel hukum sejak muda. Beberapa karya terkenalnya antara lain:
-
Dinamika Tata Negara Indonesia
-
Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik Islam
-
Tegakkan Keadilan dan Kepastian Hukum
Gagasannya tak hanya mengisi ruang kelas, tapi juga forum-forum internasional seperti AALCO (Asian-African Legal Consultative Organization), Konferensi Negara Islam (OKI), hingga forum hukum PBB.
Penulis Pidato Presiden dan Arsitek Reformasi Konstitusi
Salah satu babak penting dalam hidup Yusril adalah ketika ia dipercaya menjadi penulis pidato kenegaraan Presiden Soeharto di tahun-tahun terakhir Orde Baru. Bahkan, teks pengunduran diri Soeharto pada 21 Mei 1998 juga ditulis oleh Yusril sendiri.
Itulah awal keterlibatannya dalam panggung kekuasaan nasional. Di era transisi menuju Reformasi, Yusril menjadi sosok sentral dalam menata ulang sistem ketatanegaraan Indonesia, termasuk pembentukan Mahkamah Konstitusi dan revisi undang-undang dasar.
Pendiri dan Ketua Umum PBB
Pada 17 Juli 1998, dengan semangat membangun kekuatan Islam modern yang konstitusional, Prof. Yusril mendirikan Partai Bulan Bintang (PBB) sebagai kelanjutan dari semangat perjuangan Masyumi. Ia menjadi Ketua Umum PBB pertama dan kembali menjabat hingga 2024, memperjuangkan nilai-nilai keadilan, kedaulatan hukum, dan kemuliaan syariat Islam dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Di bawah kepemimpinannya, PBB dikenal sebagai partai kader, yang tak hanya terlibat dalam politik elektoral, tetapi juga dalam pembinaan ideologi, pendidikan hukum Islam, serta advokasi rakyat kecil.
Pengabdian sebagai Menteri dan Pejuang Hukum Rakyat
Yusril telah menjabat sebagai menteri di tiga masa pemerintahan:
-
Menteri Hukum dan Perundang-undangan (1999–2001)
-
Menteri Kehakiman dan HAM (2001–2004)
-
Menteri Sekretaris Negara (2004–2007)
Di posisinya itu, ia turut merancang dan menyempurnakan berbagai undang-undang penting, termasuk UU Terorisme, UU Otonomi Daerah, dan revisi berbagai pasal dalam KUHP.
Tak berhenti di situ, setelah tidak lagi menjadi menteri, Yusril kembali ke dunia hukum sebagai advokat senior. Ia tampil di berbagai sidang Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung—membela rakyat kecil, ormas Islam, hingga mantan presiden. Ia dikenal sebagai pengacara berkelas internasional dengan integritas tinggi.
Kehidupan Pribadi dan Warisan Pemikiran
Dikenal sebagai sosok sederhana namun tegas, Yusril menikah dengan Kessy Sukaesih dan dikaruniai empat anak. Setelah wafatnya Kessy, ia menikah dengan Rika Tolentino Kato, seorang wanita keturunan Jepang-Filipina, dan dikaruniai dua anak lagi.
Yusril tak hanya meninggalkan jejak di ranah hukum dan politik, tapi juga dalam pembentukan kesadaran umat Islam tentang pentingnya hukum, konstitusi, dan peradaban. Ia adalah jembatan antara teks-teks Islam klasik dan sistem hukum modern.
Teladan Bagi Kader PBB di Daerah
Bagi kami, para pengurus dan kader PBB di Kabupaten Pasuruan, Prof. Yusril bukan sekadar pendiri partai. Ia adalah roh intelektual perjuangan ini. Pemikiran dan langkahnya memberi arah bagi kader di seluruh Indonesia—bahwa menjadi politisi tak boleh jauh dari ilmu, moral, dan keberpihakan pada rakyat.
Semangatnya yang gigih, lisannya yang tajam dalam membela hukum, dan integritasnya yang tak tergoyahkan menjadi sumber inspirasi bagi kami di daerah untuk terus bergerak, membangun, dan melayani masyarakat.
Penutup: Dari Panggung Nasional Menuju Basis Umat
Hari ini, di tengah gempuran politik pragmatis, keteladanan Prof. Yusril sangat relevan untuk dijadikan pegangan. Ia membuktikan bahwa berpolitik bisa tetap cerdas, bersih, dan bermartabat. Dan lebih dari itu, ia menunjukkan bahwa Islam bisa hadir secara elegan dalam sistem demokrasi Indonesia.
Semoga semangat beliau menjadi api yang terus menyala dalam perjuangan PBB dari pusat hingga desa. Dari Belitung ke Jakarta. Dari Jakarta ke Pasuruan. Dari aula DPR ke musala kecil tempat UMKM dan petani butuh pembelaan.
Prof. Yusril, kami belajar darimu. Dan kami siap melanjutkan jalanmu.
Tidak ada komentar: