Meniti Waktu, Menyulam Makna: Agustus 2025 dalam Bayang Bulan dan Bintang
Di halaman waktu yang terus berputar, bulan Agustus datang kembali mengetuk pintu jiwa kita. Ia tak datang sekadar sebagai angka delapan di almanak, tetapi membawa pesan yang dalam, seolah mengajak kita duduk bersimpuh, merenungi kembali siapa kita, dari mana datangnya, dan hendak ke mana arah gerak langkah kita.
Agustus 2025 ini, sebagaimana terpampang di lembar kalender yang penuh warna dan makna, adalah bulan yang tak hanya menjadi penghubung antara masa lalu dan masa depan, tetapi juga jembatan antara langit dan bumi. Kita hidup dalam dua penanggalan: Masehi dan Hijriah—dua jalur waktu yang saling melengkapi, ibarat dua sayap pada seekor burung yang ingin terbang ke tujuan mulia.
Kalender ini mencatat bahwa bulan Agustus bersisian dengan bulan Shafar dan Rabi’ul Awwal 1447 Hijriah. Dalam waktu Hijriah itu, umat Islam mengenang jejak langkah Rasulullah ï·º, yang pada bulan Rabi’ul Awwal-lah beliau dilahirkan dan juga berhijrah—dua momen besar yang merajut sejarah perubahan. Maka bagi kader dan simpatisan Partai Bulan Bintang, ini bukan hanya catatan waktu, tetapi pangkal renungan dan gerakan.
Hari-hari dalam kalender kita dihiasi angka-angka Arab nan anggun, menunjukkan tanggal Hijriah—diiringi hari pasaran Jawa yang seakan tak mau kehilangan jejak. Kita hidup dalam tumpukan warisan budaya dan keislaman yang begitu indah—di situlah tugas kita untuk menjaga kearifan lokal tanpa meninggalkan nilai-nilai wahyu.
Tanggal 17 Agustus tertera dengan warna merah menyala: Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Tujuh puluh delapan tahun telah berlalu sejak proklamasi itu dikumandangkan, tetapi getarannya tetap terasa dalam nadi bangsa. Bagi Partai Bulan Bintang Kabupaten Pasuruan, kemerdekaan adalah anugerah dan amanah, bukan hanya untuk dikenang tetapi untuk diperjuangkan kembali dalam wujud keadilan sosial, tegaknya hukum, dan terbitnya kembali marwah umat.
Hari-hari Jum’at diberi warna hijau, seolah ingin mengingatkan kita bahwa Jum’at adalah sayyidul ayyam, rajanya hari. Bukan sekadar akhir pekan, tetapi hari pertemuan antara manusia dan Penciptanya dalam doa dan khutbah yang penuh hikmah. Di hari Jum’at pula, kader-kader Bulan Bintang hendaknya menguatkan tekad dan cita, menebar maslahat, mempererat ukhuwah.
Perjalanan waktu dalam bulan ini ditandai oleh kerapian tatanan, keselarasan angka, dan kesyahduan hijaiyah. Setiap hari yang berlalu bukan sekadar hilang, tetapi menyisakan ruang untuk amal, ruang untuk evaluasi, dan ruang untuk berbuat lebih baik dari sebelumnya.
Seorang ulama besar pernah berkata: “Waktu adalah kehidupan itu sendiri. Bila kau sia-siakan waktu, kau membiarkan hidupmu membusuk dalam kehampaan.” Maka Partai Bulan Bintang, yang menjadikan Islam sebagai asas dan cahaya perjuangan, tidak boleh lalai dalam mengelola waktu dan sejarah. Kita bukan hanya pelintas masa, tetapi juga penyulut perubahan—yang menyalakan pelita dalam gelapnya kebodohan dan ketidakadilan.
Agustus ini, marilah kita maknai sebagai momentum:
-
Untuk menyambung tali silaturahmi di antara sesama.
-
Untuk membenahi niat dan langkah dalam kerja politik dan dakwah.
-
Untuk kembali menengadahkan tangan ke langit, dan menundukkan hati ke bumi.
Karena sesungguhnya, tugas kita bukan hanya memenangkan suara, tetapi memenangkan nurani. Bukan sekadar merebut kekuasaan, tetapi mewujudkan kemaslahatan.
Akhirnya, jika bintang di langit tetap gemerlap meski gelap malam menyelimuti, maka Partai Bulan Bintang pun harus tetap bersinar—di langit Kabupaten Pasuruan, menerangi desa-desa, kampung, hingga pelosok terpencil. Agustus ini bukan sekadar bulan kemerdekaan, tapi juga bulan kebangkitan ruhaniyah dan sosial-politik umat.
Semoga Allah meridhai setiap langkah yang kita ayunkan.
Tidak ada komentar: